Rabu, 13 Juni 2012

Membangun Peradaban Bangsa Melalui Taman Belajar Masyarakat @ Mall

Pembaca pasti sudah sering mendengar kata pepatah itu. Ya, sejatinya, untuk melihat bagaimana kepribadian, performance, atau sikap seseorang adalah dari apa yang menjadi konsumsi bacaannya. Para peneliti dari University of Wales, Inggris membuktikannya dalam sebuah penelitian yang menunjukkan selera orang pada buku bacaan menggambarkan kepribadian dan bahkan mimpinya pada saat tidur.

Mungkin diantara pembaca juga sering bertanya-tanya, mengapa kebanyakan isi berita di TV adalah tentang bentrokan antar warga, tentang rusuh suporter bola, tentang bentrokan pada aksi demonstrasi mahasiswa yang merupakan kalangan intelektual, maupun debat-debat para wakil rakyat yang terkadang lebih mengedepankan emosi pribadi sehingga menjadi preseden buruk bagi sepenggal kisah di negeri tercinta ini. Miris dan ironis. Masyarakat yang semakin tidak terkendali sehingga lebih mengutamakan aksi destruktif yang hanya melahirkan budaya anarkis.

Dan pembaca, pernahkah terlintas dalam benak Anda, apakah mereka adalah sekelompok masyarakat yang suka membaca atau tidak? Apakah mereka mempunyai minat membaca yang tinggi atau justru rendah sekali?.  Andai mereka suka membaca, seperti apakah bahan bacaan yang mereka baca?. Apakah bacaan mereka merupakan bacaan yang berkualitas atau malah bacaan yang menurunkan moral dan etika?. Pasti semua itu pernah terlintas dalam benak Anda, dan secara tidak langsung, Anda pun sudah bisa mengira-ngira jawabannya.
Kalau yang dibaca adalah bahan bacaan berkualitas baik, pastinya akan berakibat baik pula. Namun ketika yang menjadi bacaan adalah bahan bacaan yang jauh dari etika dan nilai-nilai kebaikan, bahan bacaan yang mengumbar nafsu angkara murka (baca: porno), bahan bacaan tentang kesadisan dan kriminal, tentu saja hal ini menjadi ancaman bagi kemaslahatan masyarakat dan negeri ini.
Jika dibandingkan antara populasi penduduk di Indonesia dan minat membaca masyarakat Indonesia sangatlah jauh berbanding terbalik. Data Februari 2009 menunjukkan populasi penduduk Indonesia menempati rangking keempat negara berpenduduk terbanyak di dunia yaitu 231 juta jiwa setelah Cina 1,33 miliar jiwa, India 1,18 miliar jiwa, dan Amerika Serikat 309 juta Jiwa. Laporan Human Development Report 2008/2009 yang dikeluarkan UNDP menyatakan minat membaca Indonesia berada di peringkat 96 dari negara seluruh dunia. Ini sejajar dengan Bahrain, Malta dan Suriname. Di Asia Tenggara, hanya ada dua negara di bawah Indonesia, yaitu Kamboja dan Laos.
Upaya untuk membudayakan minat baca masyarakat tidak pernah hilang, mengatasi hal itu, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional telah mengupayakan berbagai cara untuk meningkatkan minat baca masyarakatnya. Pemerintah berusaha proaktif sedemikian rupa untuk menggalakkan minat baca, diantaranya dengan perpustakaan keliling, books corner di berbagai fasilitas umum, dan salah satu inovasi terbaru program Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) adalah dengan mendirikan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di mal meskipun keberadaan TBM secara konvensional sudah ada sejak lama. Mendirikan TBM di mal ini berangkat dari ide sederhana, yaitu membaca dimana saja dan kapan saja.
”Pemerintah ingin menjadikan membaca sebagai budaya, bukan sekedar minat dan hal itu bisa terjadi kalau membaca menjadi sebuah kebiasaan, kebiasaan menjadi tradisi, dan tradisi menjadi budaya”, kata Mendiknas, M. Nuh saat meresmikan TBM @ Mall di City of Tomorrow  (Cito) Surabaya pada 30 Mei 2010 lalu.
Pada kesempatan itu hadir pula jajaran pejabat teras dari Kemendiknas yaitu Direktur Jenderal PNFI Hamid Muhammad, Direktur Pendidikan Masyarakat Ella Yulaelawati. Dari Jajaran Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur hadir Kepala Dinas Pendidikan Prop. Jatim Suwanto, Kepala Bidang PNFI Prop. Jawa Timur Sunarto. Dari BPPNFI Regional IV Jawa Timur, hadir Kepala BPPNFI Regional IV Sucahyono. Dan tidak ketinggalan, hadir pula General Manager dari City of Tomorrow Rizal Wibowo yang sekaligus menandatangani MoU TBM @ Mall dan Balai Belajar yang bertempat di Cito ini. Penandatanganan MoU dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu Kemendiknas yang dilakukan oleh Mendiknas, M.Nuh, dan dari pihak General Manager The Village Mall Cito Rizal Wibowo. Rizal menyampaikan bahwa, Cito tidak hanya melakukan usaha di bidang bisnis, tapi juga di bidang pendidikan dengan memberikan satu ruangan untuk fasilitasi pendidikan yang terutama bisa digunakan untuk belajar dan sebaliknya. Hal ini merupakan upaya serius dari Kemendiknas untuk menjadi poros utama penggerak peningkatan minat baca yang didukung oleh Cito.
Dari pihak mitra Kemendiknas, hadir ibu-ibu dari Muslimat NU Surabaya. Hal ini, karena Muslimat memiliki 30.000 anggota dengan kegiatan PAUD dan pemberdayaan anggota yang diharapkan bisa bersinergi aktif dengan kegiatan di TBM @Mall maupun dengan Balai Belajar. Tujuan yang diinginkan adalah agar para ibu ini bisa menjadi motor bagi keluarganya dalam rangka meningkatkan minat baca, terutama pada saat berkunjung ke mal.
Pada kesempatan yang sama, Marketing Communications Manager Cito, Dorothe Novita menyampaikan, ”Kami sangat mendukung program ini sebagai salah satu program CSR yang akan dijalankan secara berkesinambungan di 24 The Village Malls di seluruh Indonesia, dengan mendukung program pemerintah khususnya Departemen Pendidikan Nasional (Kementerian Pendidikan Nasional-red) ini merupakan salah satu bentuk upaya kami turut andil dalam meningkatkan minat baca dan mencerdaskan anak-anak bangsa yang sejalan dengan visi perusahaan (yaitu-red) impacting life”.
Pada 2010 ini, pemerintah menargetkan ada 23 TBM yang didirikan di pusat perbelanjaan atau mal, termasuk yang sudah berdiri adalah TBM di Blok M Plaza Jakarta, Blok M Square Jakarta, Carrefour Serang, Istana Plaza Bandung, Cito Surabaya, Kapas Krampung Plaza Surabaya, Mal Karebosi Makasar dan mal di Mataram NTB.
Untuk mendukung  program tersebut, pemerintah melalui Kemendiknas akan memfasilitasi dalam bentuk dana stimulan dan bekerjasama dengan sponsor, untuk rintisan TBM disediakan dana hibah Rp 70 juta, sedangkan jika dilengkapi dengan pembelajaran komunitas dan aktivitas-aktivitas lain disediakan dana Rp 200 juta. Upaya ini perlu dilakukan karena, menurut Direktur Dikmas Kemendiknas, Ella Yulaelawati, 50 persen pengunjung mal adalah remaja dan 25 persennya anak-anak. ”TBM sebenarnya sudah ada di desa-desa dan kampung-kampung. Namun, kami akan mengangkat ke mal untuk menyetarakan pendidikan masyarakat antara desa dengan kota,” kata Ella yang saat itu didampingi staf khusus Mendiknas, Ir.H. Sukemi. Selanjutnya dikatakan pula bahwa di kota, selain TBM@Mall, juga akan dirintis TBM di rumah sakit, rumah ibadah, penjara, dan pesantren. Upaya ini diharapkan bisa meningkatkan minat membaca. Skor minat baca remaja Indonesia saat ini adalah 393 atau di bawah rata-rata negara OECD, yakni 492. Padahal, skor Korea mencapai 556 dan Hongkong-China 536. ”Peringkat kita di urutan antara 44 dan 51 dari 57 negara yang disurvei, untuk itulah kami berharap pengelola mall tak hanya menyediakan lokasi, melainkan juga mengisi buku-buku melalui program CSR yang bersifat pengembangan karakter remaja dan kewirausahaan” Tuturnya. Hal ini mengingat bahwa yang datang ke mall itu kebanyakan anak-anak dan remaja yang mencari hiburan dari pada belanja, sehingga keberadaan TBM@Mall diharapkan dapat menarik mereka untuk mampir dan menikmati aneka koleksi yang disediakan, tentunya tampilannya harus dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi tempat membaca yang menyenangkan dan bisa memunculkan kreativitas. Ini bisa disinergikan dengan program festival buku, pelatihan karakter, pemutaran film dokumenter, lomba sinopsis, pembacaan puisi dan sejenisnya. Yang dilakukan ini adalah salah satu upaya menunjukkan eksistensi pendidikan nonformal (PNF) dalam upaya memberikan pelayanan dan pemerataan kesempatan kepada masyarakat untuk mendapatkan pendidikan seperti yang diamanatkan oleh UUD ’45. Konsep TBM@Mall ini sejalan dengan ilmu komunikasi, yaitu merupakan sebuah proses penyampaian pesan atau informasi dari pengirim (komunikator) kepada penerima (komunikan) dengan menggunakan simbol/lambang tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung (menggunakan media) untuk mendapatkan umpan balik (feedback).
Ella menambahkan, pusat perbelanjaan atau mal akan menjadi pusat kebudayaan. Sehingga ke depan secara bertahap fasilitas TBM@Mall akan dilengkapi dengan kid corner atau pojok anak sebagai balai belajar bersama. Selain itu, dapat dijadikan sebagai galeri untuk anak-anak yang belajar di luar sekolah memajang hasil karyanya. "Murid sekolah rumah yang belajar di komunitas home schooling bisa pajang karyanya di situ dan juga bisa untuk anak-anak usia dini untuk belajar. Jadi segala bentuk pembelajaran yang lebih instan," ujarnya. Pemilihan buku-buku koleksi TBM@mall disesuaikan gaya hidup para pengunjung mal. Buku-bukunya bersifat lebih instan, menarik, dan berisi rujukan-rujukan  informasi untuk pembelajaran sepanjang hayat. "Di samping itu kita juga memahami ada komunitas-komunitas khusus. Bukan berarti hanya memikirkan untuk komunitas gaya hidup mal itu, tetapi kita juga akan melengkapi dengan TBM untuk di tempat tunggu sopir, karena mereka juga butuh hiburan selama menunggu juragannya," paparnya. Namun yang tidak boleh dilupakan adalah melibatkan peran media massa  sebagai ajang publikasi dan promosi program-program pendidikan nonformal, sehingga paradigma masyarakat akan berubah, dan pada akhirnya fungsi dari pendidikan nonformal bisa lebih dipahami sebagai sebuah peluang untuk terus belajar sepanjang hayat dan gratis dengan memanfaatkan keberadaaan TBM. Jika hal ini bisa terlaksana, maka konsep belajar apa saja, dimana saja, kapan saja bisa benar-benar terwujud adanya.
Hal ini sedikit menghapus kekhawatiran beberapa pihak terutama yang sangat peduli dengan pendidikan dan budaya di Surabaya, karena selama ini banyak sekali mal-mal yang berdiri di setiap sudut kota Surabaya. Kekhawatiran akan budaya konsumtif yang melahirkan generasi mal dan malas membaca, akan bisa sedikit dilawan dengan keberadaan TBM @Mall yang sudah dirintis di dua mal.
Namun, sebagaimana pepatah ”Anda adalah apa yang Anda baca”, tentu saja bahan bacaan yang baik dan bermutulah yang diharapkan dibaca oleh generasi saat ini sehingga akan membentuk generasi yang memiliki karakter yang baik dan beradab. Nah, pembaca, Pemerintah sudah berupaya sedemikian kuat untuk meningkatkan minat baca, sekarang tinggal bagaimana kita memanfaatkan dan senantiasa berpikir cerdas untuk selalu memilah dan memilih bacaan yang bermutu dan berkualitas yang akan kita baca. Semakin berkualitas bahan bacaan yang kita baca, semakin terpenuhi gizi untuk otak kita, semakin cerdas pula setiap tindakan yang kita lakukan, semakin baik bula pengaruhnya untuk diri dan juga negeri.
Terhadap bahan bacaan yang tidak bermutu, jangan mudah tergoda dan jangan berpikir reaktif, tapi berpikirlah adaptif jauh ke depan. Demi kemaslahatan negeri, yang sudah tidak bisa ditawar lagi.(SPJ &eBas)

sumber: http://www.bppnfi-reg4.net/index.php/membangun-peradaban-bangsa-melalui-tbmmal.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar